Foto: Kompas.com
KOMPAS.com - Semasa masih berusia di bawah 78 tahun, usahawan Ciputra selalu turun langsung ke lapangan. Kalau para direksinya hendak melapor di kantor, pendiri salah satu grup properti terbesar di Asia Tenggara ini sesekali memilih menerima laporan di lapangan. ”Kebetulan saya hendak melihat langsung lokasi proyek. Nanti saya dengar laporan Anda di sana saja, ya,” begitu Ciputra menirukan ucapannya sendiri, di Jakarta pekan lalu.
Ciputra menuturkan, ke lapangan memberi makna dan penuh warna sebab staf atau para pekerja di lapangan senang disapa. Arti lain, ia langsung melihat bakal lokasi proyeknya, tahu keadaan sesungguhnya di lapangan, tahu apa yang mesti disiapkan, tahu perkembangan detail, dan sebagainya.
Berada di lapangan, lanjut Ciputra, membuat seluruh elan (semangat perjuangan) melompat-lompat, energi bergelora luar biasa. Kalau sudah begini, proyek-proyek berikutnya segera menyusul. Datangnya proyek baru tidak semata dilihat sebagai ekspansi, tetapi terbukanya lapangan kerja. Kini, Ciputra (80 tahun) lebih berkonsentrasi pada aktivitas amal dan pendidikan. Ia melimpahkan grup usahanya kepada anak dan para menantunya.
Turun ke lapangan menjadi ciri khas bagi para usahawan. The Ning King, usahawan tekstil dan properti, suka ke lapangan. Begitu pula dengan usahawan lain, di antaranya Dick Gelael dari KFC, J Andrean dari J.Co dan Breadtalk, Chairul Tanjung dari Para Group, Tri Ramadi dari Alam Sutera, AH Marhendra dari SpringHill, S Benjamin dari Summarecon.
Dick Gelael, misalnya, selalu menyempatkan datang sendiri melihat bakal gerai Kentucky Fried Chicken (KFC). Kalau ia merasa tak cocok, meski anak buahnya merekomendasi, gerai itu pasti batal dibeli atau batal dibangun. Kalau cocok, biasanya Dick langsung mengambil kertas putih dan memberi sketsa tentang bentuk gedung atau restoran yang ia inginkan. ”Sampai lapangan parkirnya seperti apa, beliau juga yang gariskan,” ujar Ricardo Gelael, salah seorang putranya, baru-baru ini.
Kalau pembangunan gerai baru itu dikerjakan, Dick yang suka mengendarai jip dengan bendera kecil di depannya, suka tiba-tiba muncul lalu memberi arahan. Ia tidak hirau apakah gerai itu terletak di daerah terpencil atau bukan. Ia selalu menyempatkan diri datang. Ini sekaligus menyiratkan betapa penting peranan sebuah gerai baru bagi Dick. Juga mencerminkan alangkah detail Dick melihat masalah dan betapa ia tidak ingin mendengar laporan dari belakang mejanya.
Kalau kemudian KFC tetap memegang pangsa besar dari pasar ayam goreng nasional, itu tidaklah mengherankan sebab Dick tekun mencium aroma persaingan usaha di lapangan dan rajin mencoba cita rasa KFC. Sedikit saja berubah, ia langsung berteriak. Teriakan Dick menembus semua sekat KFC.
Kita acap menggampangkan aspek lapangan. Padahal, sikap kritis tetap perlu agar petugas lapangan tidak lengah.
Banyak eksekutif di China, Jepang, dan Jerman, sekadar menyebut contoh, sukses membawa usaha mereka ke puncak yang penuh kilau karena rajin turun ke lapangan. Mereka tekun mendengar suara-suara publik terhadap perusahaan mereka. Suara-suara publik menjadi telaga emas bagi perusahaan yang ingin berjalan di depan. (Abun Sanda)
Sumber: Kompas.com
No comments:
Post a Comment