REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Pemerintah memilih untuk tidak menerbitkan obligasi global berdenominasi dolar menyusul memburuknya ekonomi Eropa. Penerbitan surat utang negara yang berdenominasi dolar akan diterbitkan dalam sukuk global.
“Kalau dolar bond (obligasi) tidak, kami pertimbangkan untuk global sukuk dan samurai bond, “ ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan (Kemenkeu), Rahmat Waluyanto.
Penerbitan obligasi global berdenominasi dolar dan obligasi samurai berdenominasi yen akan digunakan untuk pembayaran kembali (refinancing) utang. “Misalnya, kita punya eksposure utang di dalam dolar dan yen, kita terbitkan yen untuk bayarkan yen-nya atau bayar utang dolar yang jatuh tempo, “ ujar Rahmat. Selain untuk refinancing, obligasi juga digunakan untuk menutupi kebutuhan APBN dan defisit anggaran.
Kedua obligasi tersebut akan dikeluarkan pada tahun ini. Nilai penerbitan akan disesuikan dengan kebutuhan APBN, defisit anggaran, dan refinancing. Penerbitan Surat Utang Negara (SUN) per Mei sudah mencapai Rp 102 triliun dari rencana penerbitan yang ditetapkan dalam APBN sebesar Rp 159,6 triliun. Sementara untuk SUN berdenominasi valas, penerbitan telah mencapai 10,77 miliar dolar AS dari rencana sebesar 16,84 miliar dolar AS.
Besarnya nilai utang pemerintah, dinilai Rahmat belum mempengaruhi pelemahan nilai tukar rupiah. “Utang swasta yang mempengaruhi rupiah karena cukup besar, “ ujar dia. Sementara utang negara tidak mempengaruhi karena pembayarannya setiap tahun bernilai kecil.
Rahmat mengatakan utang negara merupakan pinjaman yang termasuk aman (savely financing) karena termasuk pinjaman program. “Pinjaman proyek, jatuh temponya sedikit-sedikit karena multiyears jadi kita bayarkan juga sedikit demi sedikit, “ ungkapnya. Karena itu, tekanan dari utang pemerintah terhadap nilai tukar rupiah lebih kecil.
Redaktur: Hafidz Muftisany
Reporter: Nuraini
No comments:
Post a Comment