Jakarta - PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk mengaku tidak mengambil margin lebih besar pasca kenaikan harga gas yang diberlakukannya per 15 Mei 2012. Bahkan perusahaan ini menyatakan masih merugi untuk membeli gas di beberapa perusahaan hulu.
"Mesti diluruskan kita tidak ambil keuntungan, margin masih yang lama, tol fee sudah US$ 1,47 sisanya itu margin Rp 750 per meter kubik. Jadi kami tetap margin lama, itu tidak berubah," ujar Direktur Utama PT PGN Tbk Hendi Prio Santoso dalam bincang wartawan di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Minggu (24/6/2012).
Bahkan, lanjut Hendi, saat ini pihaknya masih merugi dengan beberapa perusahaan hulu dalam membeli gas.
"Misalnya dengan Conocco Phillips, kalau kita hitung harga dengan Conocco yang tadinya US$ 1,85 menjadi US$ 5,6 ada selisih US$ 3,8. Lalu harga jual PGN tadinya US$ 6,7 menjadi US$ 10,1, selisihnya US$ 3,6, artinya kita naik US$3,6 masih ada sekitar 2 sen selisihnya dengan harga beli. Artinya kita sudah subsidi, sudah nombok," ujarnya.
PGN membeli gas paling banyak dari Conocco Phillips. Komposisinya sekitar 64 persen. Sementara itu sebanyak 21 persen dari Pertamina Pagardewa dan 5 persen dari Pertamina Jawa Barat. Kemudian 5 persen dari Medco Lematang, 4 persen dari Medco Keramasan, dan Ellipse sebanyak 1 persen.
"Jadi kalau Conocco dan Pertamina tidak naik, kami tidak akan menyesuaikan harga," ujarnya. Hendi sendiri mengaku pihaknya bisa saja menahan kenaikan harga gasnya hingga kapanpun, asalkan harga gas di hulu juga masih ditahan.
Hendi mengaku pihaknya bisa saja tidak melakukan penyesuaian harga, asalkan perusahaan penjual gas di hulu, tidak menaikkan harganya.
"Yang kewajiban minta (penyesuaian harga) itu BP Migas bukan kami. Kita bisa saja menahan harga sampai kapan pun asal sinkron dengan hulu. Tapi kalau hulu naik duluan, kita yang semakin bleeding," tegasnya.
Untuk itu, lanjut Hendi, pihak PGN harus menyesuaikan harga gas tersebut.
"PGN ini bukan departemen sosial, tapi BUMN yang tidak boleh rugi dan harus memberikan dividen kepada pemerintah," pungkasnya.
Sebelumnya, PGN mengaku mendapatkan restu dari BP Migas untuk menaikkan harga gas tersebut. Namun, BP Migas membantah hal tersebut.
BP Migas juga beranggapan PGN hanya mementingkan pengaliran gas miliknya ketimbang perusahaan lain.
"Pipa transmisi yang semestinya open access (terbuka) lebih diprioritaskan melayani kepentingan bisnis trading-nya(niaga) dulu sebelum memberikan akses kepada pihak lain yang hanya ingin membayar toll-fee (ongkos angkut) dari pipa itu," kata Juru Bicara BP Migas, Gde Pradnyana.
Menurut Gd, kondisi tersebut akibat rangkap posisi PGN yang menjalankan fungsi pengangkutan (transporter) sekaligus niaga (trader) gas bumi melalui pipa.
Persoalan hilir yang tidak efisien lalu dibebankan ke hulu. PGN diharapkan memposisikan dirinya sebagai 'transporter' saja, sehingga tata niaga gas menjadi lebih efisien.
"PGN yang semestinya menjadi transporter, tapi dengan fasilitas jaringan transmisi pipa yang dimilikinya malah memposisikan diri sebagai trader," katanya.
(nia/dru) Ramdhania El Hida - detikfinance
No comments:
Post a Comment