Jakarta - Rata-rata harga rumah di 70 kota besar China pada Mei ini turun 1,5% dibanding setahun sebelumnya. Perhitungan Reuters ini didasarkan pada data resmi yang dipublikasikan hari ini dan laju penurunan yang terlihat di kota-kota besar, seperti Shanghai.
Ini menjadi bulan ketiga berturut-turut properti China mengalami penurunan year-on-year sejak pemerintah menerapkan pembatasan spekulasi properti lebih dari dua tahun lalu. Pada April, harga rumah menurun 1,2%. Secara bulanan, harga rumah jatuh 0,1% atau penurunan delapan bulan berturut-turut sejak index penimbang Reuters diluncurkan Januari 2011.
Biro Statistik Nasional mengatakan, harga rumah baru turun 1,2% di Beijing dan 1,6% di Shanghai pada Mei ini dibanding setahun sebelumnya. Secara bulanan, harga di Beijing tidak berubah sementara di Shanghai turun 0,1%.
Media lokal melaporkan hari ini, banyak pembeli China khawatir tentang rebound harga-harga properti karena pemerintah memperlonggar kebijakan moneter untuk memacu laju ekonomi meski Beijing telah mempertahankan pembatasan tata usahanya di real estate.
“Sepertinya harga rumah dan kebijakan yang semakin ketat sudah mencapai dasarnya. Jadi beberapa pembeli rumah mulai panik lagi. Ini seperti mengulang 2009 ketika harga naik dua kali lipat dalam beberapa bulan saja setelah Beijing menggelontorkan paket stimulus 4 triliun yuan (Rp 6,000 triliun),” tulis People's Daily, corong suara penguasa China, Partai Komunis dalam laporan analitisnya, dikutip dari CNBC (18/6/2012).
China memiliki kebijakan moneter dan fiskal yang lebih kendur setelah lebih dari dua tahun mengkampanyekan pengetatan untuk meredam pasar properti China yang panas seiring krisis utang zona euro menghantam pasar keuangan global dan pertumbuhan domestik.
Bank sentral memangkas suku bunga pada 7 Juni dan menjadi aksi pertama setelah terakhir kali mereka menurunkan rasio persyaratan cadangan bank tiga kali sejak November tiga tahun lalu. “Meski ukuran ini tidak bertujuan untuk menyelamatkan pasar properti, tapi ini peringatan bagi pasar real estate yang kekurangan dana,” tambah People's Daily.
Sementara itu, banyak kota-kota China memiliki kebijakan longgar meski pemerintah pusat telah mempertahankan pembatasannya terhadap spekulator. Ukuran ini telah mengubah sentimen pasar dan penjualan properti menunjukkan gejala pemulihan sejak Maret.
China Securities Journal hari ini merilis laporan semi resmi yang mengutip data dari situs biro perumahan lokal, bahwa transaksi gabungan rumah baru dan lama melambung 46.5% di Beijing pada paruh pertama Juni dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Koran ini juga mengutip konsultan lokal Home Link mengatakan 21 dari 76 proyek properti baru yang diluncurkan di pasar tahun ini mengalami kenaikan dalam harga transaksi. “Bagaimana pun juga, inventori tinggi akan membantu menutupi rebound cepat apa pun di harga-harga rumah jangka pendek,” kata analis Home Link, Chen Xue.
Vanke, pengembang terbesar di China berdasarkan penjualan mengatakan awal bulan ini, butuh sekitar 11 bulan untuk menjual saham-saham tak laku di kota-kota utama seperti Beijing, Shanghai dan Shenzhen. Penjualan Vanke meningkat 19% pada Mei menjadi 10,72 miliar yuan (Rp 16,08 triliun) setelah mengalami penurunan sebulan sebelumnya.
(ang/ang) Metta Pranata - detikfinance
No comments:
Post a Comment